Carrillo forged steel H-beam con-rod
Assalamu’alaikum wR wB
Pagi bro
bro pembaca sekalian, dinamika engine mobil atau motor performa tinggi di
pengaruhi oleh beberapa parameter. Seberapa efisien engine sanggup
menciptakan power output pada putaran seperti di inginkan ditentukan
oleh efektifnya parameter tersebut. Misalkan karakter engine mobil sedan
keluarga penyaluran torsi pada range putaran low ke mid dimana lebih
utamakan manuver gesit dan cepat berakselerasi.
Salah
satu dari beberapa parameter ialah rasio panjang stang piston (con-rod)
berbanding panjang stroke. Panjang connecting rod dihitung dari garis
tengah (center) pada kedua ujung con-rod atau center-to-center.
Perbandingan rasionya rendah apabila angka nya kecil misalkan 1.5 : 1,
dan rasionya tinggi kalau angkanya 2 : 1.
Rasio
con-rod dan stroke rendah maupun tinggi menentukan faktor geometri.
Kecepatan piston ke titik mati atas (TDC) dan ke titik mati bawah (BDC),
posisi con-rod pada sudut 90 derajat yang mempengaruhi tekanan ring
piston dan skirt piston terhadap dinding silinder atau bore.
Perbandingan
rasio con-rod dan stroke yang tinggi atau panjang, piston akan
lberhenti sejenak dan lebih lama berada di titik mati atas atau TDC
(sudut 0 derajat di crankshaft). Posisi TDC piston cylinder pressure
punya cukup waktu untuk mengembangkan dalam waktu sangat singkat itu.
Hal ini penting karena dalam kecepatan ekstrim semua proses harus bisa
selesai dalam waktu cepat supaya menghasilkan maksimum power. Ketika
phase overlap dalam kecepatan tinggi, proses scavenging juga mampu
berlangsung dengan baik. Con rod panjang sedikit memberi keuntungan daya
ungkit mekanik khususnya pada posisi 80-90 derajat rotasi crankshaft
setelah TDC.
Ketika
piston berhenti sejenak seolah terkunci secara mekanik akan segera
melesat seperti katepel setelah crankshaft pin melewati TDC. Terdorong
oleh cylinder pressure yang terbangun semakin kuat dan memuncak antara
12-14 atau 20 derajat rotasi crankshaft setelah TDC.
Engine
stroke pendek dan con-rod panjang, kecepatan akselerasi piston akan
lebih halus dari posisi TDC ke BDC. Kecepatan yang tidak terlalu ekstrim
menghindari munculnya stress akibat tekanan mekanikal secara
berlebihan.
Con-rod dengan stroke rasio rendah
bagus untuk operasi pada putaran rendah dan tengah. Tekanan di dalam
silinder akan maksimum kemudian diubah menjadi tenaga putar atau torsi.
Con-rod
dengan stroke rasio rendah mempunyai pengaruh negatif jika penggunaan
pada putaran tinggi, yaitu beban yang cukup kuat terhadap piston,
con-rod maupun bearing. Kecepatan piston bisa dimungkinkan melewati
batas aman. Efek ke ausan nya pun
semakin siknifikan (wear) mengikuti makin bertambahnya revving. Semakin
rendah rasionya semakin tajam sudut derajat posisi con-rod yang mana
memberi tendensi piston langsung menekan (side load) ke dinding
silinder.
Sebaliknya
rasio con-rod dengan stroke tinggi tidak begitu membuat tekanan atau
keausan berlebihan. Daya tahan dan lama waktu pemakaian terhadap engine
parts terkait akan lebih panjang.
Motor BMW S1000RR tahun 2012, memiliki
panjang con-rod 103mm, bore 80mm x stroke 49.7mm. Maka rasio con-rod
dengan stroke adalah, 103 : 49.7 = 2.072 : 1.
Yamaha YZF-R6 tahun 2009 panjang con-rod 90.5mm, bore 67mm x stroke 42.5 mm. Con-rod rasio 2.12 : 1
Kawasaki Ninja 250 tahun 2011, con-rod 98.9mm, bore 62.0mm x stroke 41.2mm. Con-rod rasio = 2.4 : 1.
Kemudian mobil Honda Jazz mempunyai
panjang stang piston 149mm, bore 73 mm x stroke 89.7 mm. Rasio panjang
con-rod dengan stroke Honda Jazz 149 : 89.7 = 1.66 : 1.
Mobil balap Formula 1 Toyota tahun 2009
yang beroperasi di putaran ekstrim 18000 rpm, mempunyai rasio 2.72 : 1.
Ferrari F1 V10 memakai con-rod 110mm, bore 91.5mm x stroke 45.6 mm.
Con-rod dan stroke rasio 2.41 : 1.
Kecepatan
piston di TDC dan BDC adalah nol. Piston akselerasi semakin cepat dari
TDC sampai kemudian deselerasi ke BDC dan seterusnya. Perbedaan
kecepatan mekanikal ini memunculkan stress pada con-rod maupun bearing.
Terutama engine dengan perbandingan rasio con-rod dan stroke kecil.
Kecepatan rata-rata piston (mean piston speed) :
* BMW S1000RR, 21.5 m/detik.
* Yamaha YZF R6, 20.54 m/detik
* Kawasaki Ninja 250, 15.1 m/detik
* Ferrari F1 Modena V10 3000 cc, 27.3 m/detik

Piston
Ducati 1199 Panigale dengan bore XXL dan stroke ultra pendek sangat
oversquare 116 x 60.8 mm, con-rod stroke rasio 2 : 1. Mean piston speed
mencapai 24.32 m/detik di 12000 rpm.
Rasio
con-rod dengan stroke yang tinggi tidak cocok untuk beroperasi pada low
rpm yang biasa digunakan kendaraan sehari-hari jalan raya dimana banyak
stop n go. Kecepatan piston sangat rendah menjadikan torsi tidak
produktif akibat lambatnya airflow mengisi silinder. Untuk
itu mobil non performa tinggi biasanya memiliki rasio panjang con-rod
dengan stroke yang rendah misalkan 1.5 : 1. Dan dengan perbandingan
rasio bore x stroke yang overstroke, targetnya memproduksi torsi kuat
mulai rpm rendah dan tengah tercapai.

Honda Jazz – Fit L15A overstroke 73 mm x 89.7 mm, rasio 1.66 : 1. Torsi bawah dan tengah untuk pemakaian jalan raya (Toda Racing)
Sebaliknya mobil
atau motor di rancang untuk pemakaian performa tinggi atau balap
memilih spek rasio bore x stroke oversquare. Stroke pendek dan con-rod
yang panjang dengan rasio mulai dari 2 : 1 ke atas engine nyaman revving
sampai rpm tinggi ditambah side load tidak besar.

Area pada bagian piston skirt mendapat beban (load) mayor dan minor pada langkah ledakan dan langkah kompresi

JE piston dengan design asymetrik, lebar piston skirt disesuaikan dengan area yang menerima beban
Seperti
juga halnya dalam menentukan spek Intake manifold, exhaust system dan
camshaft yang harus berdasarkan kegunaannya, apakah untuk power band di
putaran atas atau mulai dari rpm bawah ke tengah. Rasio stang piston dan
stroke juga harus dipastikan berdasarkan performa engine seperti yang
direncanakan, semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar